Minggu, 29 Desember 2013

TULISAN PSIKOLOGI MANAJEMEN

A.    Mempengaruhi perilaku

1.      Pengertian pengaruh
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.”Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa  pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya. Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya.
Sedangkan pengertian perilaku adalah perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.
2.      Kunci-kunci perubahan perilaku
Penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung terhadap kualitas rangsaan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula (mampu meyakini). Karena itu kualitas dari sumber komunikasi sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku, misalnya gaya bicara atau kreadibilitas pemimpin kelompok dan sebagainya.
Perilaku yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah sikap yang mampu melalui berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. Perubahan masyarakat akan berimplikasi terhadap perubahan individu, karena di dalamnya ada interaksi sebagai kontrol sosial yang dapat mendidik manusia.
3.       Model mempengaruhi orang lain dan perannya dalam psikologi manajemen
Cara mempengaruhi orang lain dengan dasar Pendekatan komunikasi persuasi dikemukakan oleh Aristotle yang menyatakan terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu;
a.       Logical argument (logos)
Penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung dalam komponen data.
b.      Psychological/ emotional argument (pathos)
Penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif. Misalnya, iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk menggunakan pendekatan psychological argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan iklan yang menjemukan, memuakkan bahkan membuat kita marah termasuk pendekatan psychological argument dengan efek emosi negatif.
c.       Argument based on credibility (ethos)
Ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/ audience karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti nasehat medis dari dokter, kita mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita menelan mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena kita mempercayai kepakaran seseorang dalam bidangnya.
d.      Wewenang dan peran wewenang dalam manajemen
Wewenang merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan(legitimate power). Peran wewenang dalam manajemen :
a.       Wewenang lini (Linie authority) yaitu wewenang yang mengalir secara vertikal. Pelimpahan wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung oleh pemimpin kepada staf yang menerimanya.
b.      Wewenang staf (Staf authority) yaitu wewenang yang mengalir ke samping yaitu wewenang yang diberikan kepada staf khusus untuk membantu melancarkan tugas staf yang diberikan wewenang lini. Wewenang staf diberikan karena ada spesialisasi adanya tugastugas menegerial yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf, atau penasihat.

B.     KEKUASAAN
1.      Defenisi Kekuasaan
Kekuasaan, dalam istilah umum disebut sebagai power, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut, kekuasaan itu juga mencakup baik suatu kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah itu patuh) dan juga untuk memberikan keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lainnya.
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002).
2.      Sumber-sumber kekuasaan menurut French dan Raven
French dan Raven (dalam Afzalur, 1989) membatasi lima jenis kekuasaan pemimpin (leader power) yang dinilai penting dan umum dalam organisasi yaitu :
1.    Coercive power
Bersumber pada persepsi bawahan bahwa atasan mempunyai kekuasaan untuk memberi tekanan/ hukuman. Dasarnya adalah persepsi bahwa hukuman berupa fisik atau psikis pada pihak lain agar menuruti kehendaknya.
2.   Reward power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan dapat memberikan imbalan seperti yang diharapkan. Dasarnya adalah persepsi seseorang memiliki kemampuan untuk member hadiah pada pihak lain.
3.   Legitimated Power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan punya halt untuk menetapkan segala sesuatu baginya. Didasarkan pada hak-hak formal yang diterima sejalan dengan posisi, peran dan kewenangan dalam organisasi.
4.   Expert power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan mempunyai sejumlah pengetahuan atau keahlian khusus yang diperlukan. Dimiliki oleh orang tertentu dan sangat berarti bagi orang lain, dengan keahliannya ia dapat menyuruh orang lain untuk menuruti kehendaknya karena orang lain merasa sangat tergantung padanya.

5.   Referent power
Bersumber pada ketertarikan atau identifikasi bawahan terhadap atasannya. Kemampuan ini berkembang dari kekaguman satu pihak Berta keinginan dari pihak pengagum untuk menjadi seperti yang dikagum
C.    Teori-Teori Leadership
1.       Defenisi Leadership
Kepemimpinan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama (Hemphill&Coons). Sedangkan menurut Bennis kepemimpinan adalah suatu proses dimana seorang agen mempengaruhi bawahannya untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkannya.

2.         Teori Kepemimpinan partisipatif
a.     Teori X dan Teori Y dari Douglas MX Gregor
Douglas McGregor menyatakan bahwa ada 2 pandangan tentang manusia, yang pertama pada dasarnya negative-Teori X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk bekerja, yang tidak mau dibebani tanggung jawab, dan yang kedua pada dasarnya positif-Teori Y adalah orang yang suka bekerja dan senang dapat tanggung jawab. McGregor berkesimpulan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan atas pengelompokkan asumsi tertentu dan bahwa manusia cenderung untuk menyesuaikan perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut.
b.    Teori System 4 dari Resis dan Likert
Gaya Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
1.  Sistem Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
·      Pimpinan menentukan keputusan
·      Pimpinan menentukan standar pekerjaan
·      Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
·      Komunikasi top down
2.  Sistem Otokratis Paternalistic
Pada sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
·      Pimpinan percaya pada bawahan
·      Motivasi dengan hadiah dan hukuman
·      Adanya komunikasi ke atas
·      Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
·      Adanya delegasi wewenang
3.  Sistem Konsultatif
Pada sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain:
·      Komunikasi dua arah
·      Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
·      Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4.  Sistem Partisipatif
Sistem partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain:
·      Team work
·      Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
·      Komunikasi dua arah (top down and bottom up)
c.     Theory of leadership pattern choice dari Tannenbaum & Scmidt
Berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.
Para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan, yaitu kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai), kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin), kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Berikut adalah tujuh pola kepemimpinan :
·      Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.” Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
·      Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
·      Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
·      Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.” Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
·      Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
·      Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.” Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
·      Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
3.      Modern choice approach to participation tannenbaum & scmidt
Gaya Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt) Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem , pertama  bidang pengaruh pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritas dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkanm gaya yang demokratis. Kedua bidang ipengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.
Ada 7 model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
1.   Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Dari model ini terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan terlalu sempit sekali.
2.   Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3.   Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, karena membatasi penggunaan otoritas dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
4.         Pemimpin memberikan keputusan bersifat bersifat sementara yang kemungkinan dapat      diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan,      sementara otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya,
5.  Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan. Disini otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak digunakan.
6.  Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan kelima model diatas.
7.   Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada nomor satu di atas.
4. Contingency theory of of leadership dari Fiedler
     Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73). Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
5. Path goal theory
     Dasar teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilahpath goal ini dating dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran di sepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls
Model path goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar
Fungsi pertama : memberi kejelasan alur
Fungsi kedua : meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya
     Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
     Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
D.    MOTIVASI
1.    Defenisi  Motivasi
                 Motivasi adalah suatu sugesti atau dorongan yang muncul karena diberikan oleh seseorang kepada orang lain atau dari diri sendiri, dorongan tersebut bermaksud agar orang tersebut menjadi orang yang lebih baik dari yang sebelumnya. Motivasi juga bisa diartikan sebagai sebuah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu.
                 Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.
2.    Teori drive reinforcement
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
a.    Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b.    Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
3.      Teori Harapan
Teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting:
a.       Harapan (expentancy), yaitu suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian.
b.      Nilai (Valence), yaitu akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu.
c.       Pertautan (Inatrumentality), yaitu persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
4.      Teori Tujuan
Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh Dr. Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya ‘Toward a Theory of Task Motivation and Incentives’ tahun 1968, Locke menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas.
Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Beberapa tahun setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan Dr. Gary Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja.
Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham menerbitkan karya bersama mereka, ‘A Theory of Goal Setting and Task Performance’.
Lima Prinsip Penetapkan Tujuan
·      Kejelasan.
·      Tantangan.
·      Komitmen.
·      Umpan balik (feedback).
·      Kompleksitas tugas
5.      Teori Kebutuhan Maslow
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Maslow (1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan dicapai sebagai berikut:
·         Kebutuhan Fisiologi
Merupakan kebutuhan tingkat pertama yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan sebelum mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri dari makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.
·         Kebutuhan Kemanan
Yang termasuk kebutuhan keamanan adalah kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman.
·         Kebutuhan social
Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan sangat merasa kesepian dan terisolasi dari pergaulan.
·         Kebutuhan harga diri
Kebutuhan harga diri dapat dibagi menjadi dua katagori.Pertama adalah kebutuhan terhadap kekuasaan, berpretasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk memberi keyakinan serta kebebasan. Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, stastus, keberhasilan, pengakuan, perhatian, penghargaan.
·         Kebutuhan aktualisasi diri
Masing-masing orang ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang unik.Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara memuaskan.Pada dasarnya bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi diri.
REFERENSI
Fitriani.(2013).Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur. eJournal Administrasi Negara, 1(3) 2013 : 989-1002
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.  
Griffin,Ricky W.(2004).Manajemen jilid 1 edisi 7.Jakarta : Erlangga
Sardiman,A.M.2006.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:Grafindo.