A. Mempengaruhi perilaku
1. Pengertian pengaruh
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau
timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan
atau perbuatan seseorang.”Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan
bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau
orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa
yang ada di sekelilingnya. Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari
sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam
sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya.
Sedangkan
pengertian perilaku adalah perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang
sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang
yang melakukannya.
2. Kunci-kunci perubahan perilaku
Penyebab
terjadinya perubahan perilaku tergantung terhadap kualitas rangsaan (stimulus)
yang berkomunikasi dengan organisme. Perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula (mampu
meyakini). Karena itu kualitas dari sumber komunikasi sangat menentukan
keberhasilan perubahan perilaku, misalnya gaya bicara atau kreadibilitas
pemimpin kelompok dan sebagainya.
Perilaku
yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah sikap yang mampu melalui
berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan
tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. Perubahan masyarakat akan
berimplikasi terhadap perubahan individu, karena di dalamnya ada interaksi
sebagai kontrol sosial yang dapat mendidik manusia.
3. Model mempengaruhi orang
lain dan perannya dalam psikologi manajemen
Cara
mempengaruhi orang lain dengan dasar Pendekatan komunikasi persuasi dikemukakan
oleh Aristotle yang menyatakan terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi
yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu;
a. Logical argument (logos)
Penyampaian
ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini telah
disinggung dalam komponen data.
b. Psychological/ emotional argument
(pathos)
Penyampaian
ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif. Misalnya, iklan yang
menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk menggunakan pendekatan
psychological argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan iklan yang
menjemukan, memuakkan bahkan membuat kita marah termasuk pendekatan
psychological argument dengan efek emosi negatif.
c. Argument based on credibility
(ethos)
Ajakan atau arahan yang dituruti
oleh komunikate/ audience karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai
pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti nasehat medis dari dokter, kita
mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita menelan mentah-mentah begitu
saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena kita mempercayai kepakaran
seseorang dalam bidangnya.
d. Wewenang dan peran wewenang dalam
manajemen
Wewenang
merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan(legitimate power). Peran wewenang
dalam manajemen :
a.
Wewenang
lini (Linie authority) yaitu wewenang yang mengalir secara vertikal. Pelimpahan
wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung oleh pemimpin kepada staf
yang menerimanya.
b. Wewenang staf (Staf authority) yaitu
wewenang yang mengalir ke samping yaitu wewenang yang diberikan kepada staf
khusus untuk membantu melancarkan tugas staf yang diberikan wewenang lini.
Wewenang staf diberikan karena ada spesialisasi adanya tugastugas menegerial
yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf, atau
penasihat.
B. KEKUASAAN
1.
Defenisi Kekuasaan
Kekuasaan, dalam istilah umum disebut sebagai power,
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut
kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut, kekuasaan itu juga mencakup
baik suatu kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah itu patuh) dan juga
untuk memberikan keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung
akan mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lainnya.
Kekuasaan adalah
kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan
kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak
boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan
seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain
sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002).
2.
Sumber-sumber
kekuasaan menurut French dan Raven
French
dan Raven (dalam Afzalur, 1989) membatasi lima jenis kekuasaan pemimpin (leader
power) yang dinilai penting dan umum dalam organisasi yaitu :
1. Coercive power
Bersumber pada
persepsi bawahan bahwa atasan mempunyai kekuasaan untuk memberi tekanan/
hukuman. Dasarnya adalah persepsi bahwa hukuman berupa fisik atau psikis pada
pihak lain agar menuruti kehendaknya.
2. Reward power
Bersumber pada
persepsi bahwa atasan dapat memberikan imbalan seperti yang diharapkan.
Dasarnya adalah persepsi seseorang memiliki kemampuan untuk member hadiah pada
pihak lain.
3. Legitimated Power
Bersumber pada
persepsi bahwa atasan punya halt untuk menetapkan segala sesuatu baginya.
Didasarkan pada hak-hak formal yang diterima sejalan dengan posisi, peran dan
kewenangan dalam organisasi.
4. Expert power
Bersumber pada
persepsi bahwa atasan mempunyai sejumlah pengetahuan atau keahlian khusus yang diperlukan.
Dimiliki oleh orang tertentu dan sangat berarti bagi orang lain, dengan
keahliannya ia dapat menyuruh orang lain untuk menuruti kehendaknya karena
orang lain merasa sangat tergantung padanya.
5. Referent power
Bersumber pada
ketertarikan atau identifikasi bawahan terhadap atasannya. Kemampuan ini
berkembang dari kekaguman satu pihak Berta keinginan dari pihak pengagum untuk
menjadi seperti yang dikagum
C.
Teori-Teori Leadership
1.
Defenisi Leadership
Kepemimpinan adalah
perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok
menuju suatu tujuan bersama (Hemphill&Coons). Sedangkan menurut Bennis
kepemimpinan adalah suatu proses dimana seorang agen mempengaruhi bawahannya
untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkannya.
2.
Teori Kepemimpinan
partisipatif
a. Teori X dan Teori Y dari Douglas MX Gregor
Douglas
McGregor menyatakan bahwa ada 2 pandangan tentang manusia, yang pertama pada
dasarnya negative-Teori X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk
bekerja, yang tidak mau dibebani tanggung jawab, dan yang kedua pada dasarnya
positif-Teori Y adalah orang yang suka bekerja dan senang dapat tanggung jawab.
McGregor berkesimpulan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia
didasarkan atas pengelompokkan asumsi tertentu dan bahwa manusia cenderung
untuk menyesuaikan perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi-asumsi
tersebut.
b. Teori System 4 dari Resis dan Likert
Gaya
Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil
produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems
Theory. Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
1. Sistem
Otokratis Eksploitif
Pada
sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang
berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya.
Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin.
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap
bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang
dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis
eksploitif ini antara lain:
· Pimpinan menentukan keputusan
· Pimpinan menentukan standar
pekerjaan
· Pimpinan menerapkan ancaman dan
hukuman
· Komunikasi top down
2. Sistem
Otokratis Paternalistic
Pada
sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan
kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut.
Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas
dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan
sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi
tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide
bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih
melakukan pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem Otokratis
Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
· Pimpinan percaya pada bawahan
· Motivasi dengan hadiah dan hukuman
· Adanya komunikasi ke atas
· Mendengarkan pendapat dan ide
bawahan
· Adanya delegasi wewenang
3. Sistem
Konsultatif
Pada
sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah
setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat
keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan
lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin
mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan
balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan
ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang
dibuat oleh bawahan.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara
lain:
· Komunikasi dua arah
· Pimpinan mempunyai kepercayaan pada
bawahan
· Pembuatan keputusan dan kebijakan
yang luas pada tingkat atas
4. Sistem Partisipatif
Sistem
partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara
bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan
keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal
yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan
pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak
hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba
memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin
mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi
untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai
kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara
lain:
· Team work
· Adanya keterbukaan dan kepercayaan
pada bawahan
· Komunikasi dua arah (top down and
bottom up)
c. Theory
of leadership pattern choice dari Tannenbaum & Scmidt
Berkaitan
dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat
demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan
kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum
perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya
demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada
bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan
kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.
Para
penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola
kepemimpinan, yaitu kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan,
nilai-nilai), kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan
harapan dari pemimpin), kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang
dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh
“pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola
kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip
dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan
proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola
kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter
(tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang
oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan
meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara
proporsional.
Berikut adalah tujuh pola
kepemimpinan :
· Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin
bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.” Contoh:
Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering
untuk bertemu.
· Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin
mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.” Contoh:
Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali
seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
· Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin
menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat
keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk
bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
· Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif
menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.” Contoh:
Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk
bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
· Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin
menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin tim mengatakan
bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim.
Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
· Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin
membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.” Contoh:
Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari
Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari
terbaik untuk bertemu.
· Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin
membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa
tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan
bahwa berita itu kepada tim.
3.
Modern choice approach to participation
tannenbaum & scmidt
Gaya Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren
Schmidt) Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh
yang ekstrem , pertama bidang pengaruh pimpinan kedua bidang
pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritas
dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkanm
gaya yang demokratis. Kedua bidang ipengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya
kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.
Ada 7 model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
1. Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan
kepada bawahannya. Dari model ini terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan
terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan terlalu sempit sekali.
2. Pemimpin menjual keputusan.
Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada
padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak
terlibat dalam pembuatan keputusan.
3. Pemimpin memberikan
pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam
model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, karena membatasi penggunaan
otoritas dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam pembuatan
keputusan.
4. Pemimpin
memberikan keputusan bersifat bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat
dalam rangka pembuatan keputusan, sementara
otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya,
5. Pemimpin
memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan. Disini
otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam
berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak digunakan.
6. Pemimpin merumuskan
batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan.
Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan kelima model
diatas.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan
melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh
pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan,
adapun titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada nomor satu di atas.
4. Contingency theory
of of leadership dari Fiedler
Teori kontingensi menganggap
bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk
melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task
situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya
dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain,
menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada
kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi
antara Pemimpin dan situasinya.
Model Contingency dari
kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini,
maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional
system of the leader and the degree to which the leader has control and
influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler,
1974:73). Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok
dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat
mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
5.
Path goal theory
Dasar
teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam
mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang
di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau
organisasi secara keseluruhan. Istilahpath goal ini dating dari keyakinan bahwa
pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal
sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran di sepanjang
jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls
Model path goal menganjurkan bahwa kepemimpinan
terdiri dari dua fungsi dasar
Fungsi pertama : memberi kejelasan alur
Fungsi kedua : meningkatkan jumlah hasil (reward)
bawahannya
Model
kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam
berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh
motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan
pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana
pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model
path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan
melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan
sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy
Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh
hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat
adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil
yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa
pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara
untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
D. MOTIVASI
1. Defenisi Motivasi
Motivasi
adalah suatu sugesti atau dorongan yang muncul karena diberikan oleh seseorang
kepada orang lain atau dari diri sendiri, dorongan tersebut bermaksud agar
orang tersebut menjadi orang yang lebih baik dari yang sebelumnya. Motivasi
juga bisa diartikan sebagai sebuah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang. Menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan
sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu,
yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal
melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu.
Menurut
Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai
kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita
mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan
tertentu.
2. Teori drive reinforcement
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat
dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan
itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat
ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian
yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis,
yaitu:
a.
Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b.
Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu
bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan
secara bersyarat.
3. Teori Harapan
Teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan
dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya
akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin
2003:229). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung
meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan
akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang
mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting:
a.
Harapan (expentancy), yaitu suatu kesempatan yang diberikan
terjadi karena perilaku. Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai
berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti
kepastian.
b.
Nilai (Valence), yaitu akibat dari prilaku tertentu
mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap
individu tertentu.
c.
Pertautan (Inatrumentality), yaitu persepsi dari
individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke
dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar
antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti
tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil
tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama
perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
4. Teori Tujuan
Teori penetapan tujuan atau goal setting theory
awalnya dikemukakan oleh Dr. Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi
artikelnya ‘Toward a Theory of Task Motivation and Incentives’ tahun 1968,
Locke menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang
terhadap tugas.
Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit
menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Beberapa tahun
setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan Dr. Gary
Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja.
Penelitiannya mendukung persis apa yang telah
dikemukakan oleh Locke mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan
tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham menerbitkan karya bersama
mereka, ‘A Theory of Goal Setting and Task Performance’.
Lima Prinsip Penetapkan Tujuan
·
Kejelasan.
·
Tantangan.
·
Komitmen.
·
Umpan balik (feedback).
·
Kompleksitas tugas
5. Teori Kebutuhan Maslow
Kebutuhan
dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami
antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai
kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku
kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan
memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan
merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin
memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Maslow (1970) telah menyusun
kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan dicapai sebagai
berikut:
·
Kebutuhan
Fisiologi
Merupakan kebutuhan tingkat pertama
yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan sebelum mencapai kebutuhan
pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri dari
makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.
·
Kebutuhan
Kemanan
Yang termasuk kebutuhan keamanan adalah
kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman.
·
Kebutuhan
social
Yaitu kebutuhan untuk berhubungan
dengan orang lain, pada saat ini individu akan sangat merasa kesepian dan
terisolasi dari pergaulan.
·
Kebutuhan
harga diri
Kebutuhan harga diri dapat dibagi
menjadi dua katagori.Pertama adalah kebutuhan terhadap kekuasaan, berpretasi,
pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk memberi keyakinan serta
kebebasan. Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, stastus, keberhasilan, pengakuan,
perhatian, penghargaan.
·
Kebutuhan
aktualisasi diri
Masing-masing orang ingin mewujudkan
diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang unik.Kebutuhan ini hanya ada
setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara memuaskan.Pada dasarnya
bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai
suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi diri.
REFERENSI
Fitriani.(2013).Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Partisipatif terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan
Provinsi Kalimantan Timur. eJournal Administrasi Negara, 1(3) 2013 : 989-1002
P.Siagian,
Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka
Citra.
Griffin,Ricky
W.(2004).Manajemen jilid 1 edisi 7.Jakarta : Erlangga
Sardiman,A.M.2006.Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:Grafindo.
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2033863-wewenang-dalam
manajemen/#ixzz2mrz69A10